Penelitianini menggunakan rancangan deskriptif-kuantitatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Nilai Fhitung (31,901) > Ftabel (3,143) sehingga hipotesis ketiga “Kemampuan komunikasi interpersonal guru dan kecerdasan emosional siswa berpengaruh positif terhadap prestasi belajar Pendidikan Bahasa Indonesia di MI Al-Istiqamah
ArticlePDF AvailableAbstractKeberhasilan komunikasi interpersonal dalam konseling seorang bidan akan diuji bila menghadapi klien sesungguhnya. Kualitas komunikasi interpersonal dan konseling oleh mahasiswa kebidanan belum pernah dievaluasi, oleh karena itu, mahasiswa pada saat melakukan praktik kebidanan dilakukan penilaian keterampilan komunikasi interpersonal dan konseling oleh pembimbing klinik. Keterampilan komunikasi interpersonal dan konseling merupakan aspek penting dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, karena konseling membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhannya, sehingga klien merasa puas atas pilihan dan pelayanan yang diterimanya. Penelitian observasional potong lintang dilaksanakan di empat lokasi Bidan Praktik Mandiri Kabupaten Ciamis pada bulan Agustus 2015. Subjek penelitian adalah mahasiswa kebidanan tingkat III semester VI yang sudah lulus mata kuliah pelayanan Keluarga Berencana sebanyak 46 orang dengan teknik pengambilan sampel secara random sampling. Calon akseptor KB yang datang ke Bidan Praktik Mandiri dinilai apakah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya calon akseptor KB dipilih secara konsekutif sampai tercapai 46 orang. Data diperoleh menggunakan daftar tilik dan kuesioner, dianalisis dengan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara teknik konseling, perilaku empati dalam konseling yang ditampilkan mahasiswa, perilaku yang mencerminkan etika dalam konseling dengan kepuasan klien dengan nilai p>0,05. Tidak terdapatnya hubungan diduga karena pada saat penilaian hanya dinilai dari kepatuhan melakukan langkah klinik, namun tidak menilai isi atau materi konseling. Menilai empati tidak dinilai oleh klien, butir penilaian empati tidak dibuat secara khusus. Masih terdapatnya bias dalam proses penilaian dan mungkin juga dalam proses seleksi. Simpulan hasil penelitian, tidak terdapat hubungan antara teknik konseling, perilaku empati dalam konseling dan perilaku etika dalam konseling dengan kepuasan klien. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 40 IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri Neli Sunarni,1 Tina D. Judistiani,2 Zahrotur R. Hinduan,3 Hadyana Sukandar,4 Tita H. Madjid,5 Indun L. Setyono6 1 Mahasiswa Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2,4 Departemen Epidemiologi dan Biostatistik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 3 Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran 5Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 6Departemen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Abstrak Keberhasilan komunikasi interpersonal dalam konseling seorang bidan akan diuji bila menghadapi klien sesungguhnya. Kualitas komunikasi interpersonal dan konseling oleh mahasiswa kebidanan belum pernah dievaluasi, oleh karena itu, mahasiswa pada saat melakukan praktik kebidanan dilakukan penilaian keterampilan komunikasi interpersonal dan konseling oleh pembimbing klinik. Keterampilan komunikasi interpersonal dan konseling merupakan aspek penting dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, karena konseling membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhannya, sehingga klien merasa puas atas pilihan dan pelayanan yang diterimanya. Penelitian observasional potong lintang dilaksanakan di empat lokasi Bidan Praktik Mandiri Kabupaten Ciamis pada bulan Agustus 2015. Subjek penelitian adalah mahasiswa kebidanan tingkat III semester VI yang sudah lulus mata kuliah pelayanan Keluarga Berencana sebanyak 46 orang dengan teknik pengambilan sampel secara random sampling. Calon akseptor KB yang datang ke Bidan Praktik Mandiri dinilai apakah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya calon akseptor KB dipilih secara konsekutif sampai tercapai 46 orang. Data diperoleh menggunakan daftar tilik dan kuesioner, dianalisis dengan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara teknik konseling, perilaku empati dalam konseling yang ditampilkan mahasiswa, perilaku yang mencerminkan etika dalam konseling dengan kepuasan klien dengan nilai p>0,05. Tidak terdapatnya hubungan diduga karena pada saat penilaian hanya dinilai dari kepatuhan melakukan langkah klinik, namun tidak menilai isi atau materi konseling. Menilai empati tidak dinilai oleh klien, butir penilaian empati tidak dibuat secara khusus. Masih terdapatnya bias dalam proses penilaian dan mungkin juga dalam proses seleksi. Simpulan hasil penelitian, tidak terdapat hubungan antara teknik konseling, perilaku empati dalam konseling dan perilaku etika dalam konseling dengan kepuasan klien. Kata Kunci Komunikasi interpersonal, teknik konseling, perilaku empati, perilaku etika, kepuasan klien. Korespondensi Perum Graha Persada Blok C Sindangkasih Ciamis. Email nelisunarni13 Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 41 Relationship Between Interpersonal Communication and Counseling Skill By Midwifery Students with Client Satisfaction In Independent Midwives Practice Abstract The successfull of interpersonal communication of counseling a midwife will be assessed while she serves the real client. The quality of interpersonal communication and counseling by the midwifery students has never been evaluated, by this reason, the students while doing midwifery practice have been assessed for their skills by their clinical instructor in interpersonal communication and ounseling. Interpersonal Communicationdan Counseling skills is an important aspect in family planning service and reproduction health, because this counseling helps the clients to choose and deside the kinds of contraception to used based on her needs. Therefore, she feels satisfied by her choice and service. A cross-sectional observational research is done in the four Independent Midwives Practice locations in Ciamis Regency on August 2015. The subjects of the research, by random sampling technique, are 46 students of the third grade or the sixth semester of midwifery students who also passed the family planning service subject. The candidate of family planning acceptors who come to Independent Midwives Practice are assessed whether they fulfil the inclusion and exclusion criteria, and than they are chosen consecutively until 46 candidates. The data are taken from checklists and questionnaire and analyzed by correlation test. The results shows that there is no correlation among counseling techniques, empathy behaviour performed by students in counseling, the ethical behavior reflects in counseling and the clients satisfaction by p> this is suspected from the assessment that is only valued from their obedience to do the clinical procedure, not from the content or the counseling material assesment. To evaluate empathy does not be assessed by the clients and emphaty assessment item are not specifically made. Therefore, there is bias in assessment process and may be in selection process. The conclusion of the research is that there is no correlation among counseling techniques, empathy behaviour in counseling and ethics behaviour in counseling with client satisfaction. Keywords Interpersonal communication, counseling techniques, empathy behaviour, ethical behaviour, client satisfaction Pendahuluan Pedidikan Diploma III Kebidanan merupakan pendidikan vokasional yang menghasilkan Bidan Pelaksana dengan gelar Ahli Madya Kebidanan yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah kesehatan di Berbekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasainya, lulusan bidan harus mampu menghadapi segenap tantangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pelayanan kebidanan. Tenaga kesehatan yang terampil menjadi salah satu syarat agar masalah kesehatan ibu dan anak dapat ditangani secara optimal. Terampilnya bidan bisa dicapai dengan melakukan praktik kebidanan yang memberikan kesempatan kepada untuk terjun langsung dalam proses pemberian asuhan kebidanan terhadap klien, sebagai sarana aplikasi teori yang telah mereka peroleh selama perkuliahan di kelas. Praktik kebidanan meliputi penampilan secara menyeluruh, termasuk dalam komunikasi interpersonal dan konseling, baik personal maupun kelompok. Kegiatan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh konselor kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Tatacara pelaksanaan konseling dikenal dengan akronim GATHER Greet, Ask, Tell, Help, Explain, Return.2 KIP komunikasi interpersonal dan K konseling dilaksanakan tidak hanya memperhatikan aspek teknik konseling, tetapi juga tentang aspek perilaku empati dalam konseling dan aspek perilaku etika dalam konseling. Dalam proses konseling antara Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri 42 IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 bidan dengan klien perlu ditumbuhkan sikap empati. Kondisi empati dapat terwujud bila bidan memberikan perhatian kepada klien dan dapat mengetahui apa yang sedang dialami Penelitian yang dilakukan oleh Widayati 2014 menunjukkan bahwa sebesar 15,4% bidan belum memahami klien dan memperhatikan kebutuhan Selama proses konseling berlangsung seorang konselor harus memperhatikan aspek etika yaitu memperhatikan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang Seorang konselor yang baik akan melakukan konseling dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tidak menginterupsidan memotong pembicaraan klien serta menghargai pendapat klien sehingga klien akan merasa puas dan menggunakan alat kontrasepsi. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2011 menunjukkan bahwa belum terpenuhinya hak mendapatkan Keterampilan yang baik dalam memberikan konseling bertujuan meningkatkan pemahaman klien sehingga meningkatkan pula kepuasan karena klien merasa didengarkan dan Keterampilan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Keterampilan lebih sukar dimiliki daripada pengetahuan. Namun, seseorang yang memiliki keterampilan dengan sendirinya sudah memiliki pengetahuan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Pada umumnya keterampilan tidak mudah diperoleh dari perkuliahan, terutama perkuliahan yang tidak disertai studi kasus dan role STIKes Muhammadiyah Ciamis merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kabupaten Ciamis, yang mempunyai lima program studi salah satunya adalah Program Studi D-III Kebidanan. Program Studi D-III Kebidanan mempunyai jumlah mahasiswa sebanyak 389 terdiri dari tingkat I sebanyak 96 orang, tingkat II sebanyak 134 orang dan tingkat III sebanyak 159 orang. Dalam proses belajar mengajar, dosen sebagai pengajar akan menggunakan pedoman dalam kurikulum dalam menjalankan tugasnya. Melalui proses belajar mengajar terjadi penyampaian informasi dan ilmu pengetahuan serta penanaman nilai-nilai maupun semester II mahasiswa mendapatkan pembelajaran Mata Kuliah Komunikasi dalam Praktik Kebidanan. Selain pembelajaran teori, mahasiswa juga melakukan praktik di laboratorium dengan bimbingan dosen pengampu. Evaluasi pembelajaran dilakukan melalui penilaian dari ujian tulis, ujian praktek dan penugasan. Hasil laporan CI Clinical Instructure pada praktik klinik sebelumnya menyatakan bahwa komunikasi interpersonal kurang baik pada saat praktik di lapangan termasuk pada saat melakukan konseling terutama teknik konseling yang kurang baik, mahasiswa kurang empati dan kurang memperhatikan etika dalam konseling sehingga klien merasa kurang puas dengan pelayanan konseling yang diberikan. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian seperti yang dilakukan oleh Rimawati 2011 di Semarang dengan metode kualitatif dari wawancara dengan 5 orang klien menunjukkan bahwa kontak mata yang dilakukan konselor berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan konselor tidak menyampaikan kesimpulan pada saat Hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2011 di Kota Malang dan Kota Sampit dengan metode kualitatif dari wawancara dengan 8 orang akseptor KB isteri, 2 orang PLKB petugas lapangan keluarga berencana dan FGD Focus Group Discussion dengan para suami menunjukkan bahwa masih banyak klien memperoleh pelayanan konseling KB keluarga berencana yang kurang berkualitas yaitu klien mengeluhkan kurangnya penjelasan dari petugas kesehatan, kurang melakukan konseling dan pemberian Meskipun mahasiswa harus sudah lulus dengan baik pada mata kuliah komunikasi dalam praktik kebidanan sebelum melakukan praktik, dalam monitoring pelaksanaan praktik kebidanan, selama ini belum pernah dilakukan penilaian terhadap keterampilan KIP danK. Pengukuran kepuasan klien terhadap kualitas pelayanan khususnya konseling KB harus dilakukan secara berkala. Hal ini sesuai dengan Permenpan Nomor 16 Tahun 2014 bahwa survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik dilakukan minimal 1 tahun sekali,10 STIKes Muhammadiyah Ciamis pun belum pernah melakukan penelitian tentang Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 43 kepuasan klien, khususnya yang terkait dengan pelayanan konseling KB oleh mahasiswa ketika praktik di lapangan. Penulis menduga jika nilai keterampilan KIP danK baik, maka tingkat kepuasan klien akan baik pula. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rimawati 2006 dengan metode crossectional bahwa terdapat hubungan antara konseling dengan kepuasan akseptor Penilaian kepuasan terdiri dari keberadaan pelayanan, ketanggapan pelayanan dan Dalam penelitian ini hanya dapat dilakukan dua aspek penilaian yaitu ketanggapan pelayanan dan profesionalisme. Keberadaan pelayanan tidak dilakukan penilaian karena mahasiswa tidak secara penuh berada di tempat pelayanan tetapi dibagi secara bergantian untuk praktik di lapangan. Metode Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik dengan pendekatan potong Variabel bebas adalah keterampilan KIP danK teknik konseling, perilaku empati dalam konseling, perilaku etika dalam konseling, variabel terikat adalah kepuasan klien dan variabel perancunya adalah nilai mata kuliah komunikasi dalam praktik kebidanan. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa tingkat III Program Studi D III Kebidanan STIKes Muhammadiyah Ciamis sebanyak 46 orang dan calon akseptor KB yang datang ke BPM bidan praktik mandiri dinilai apakah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi selanjutnya calon akseptor KB dipilih secara konsekutif sampai tercapai 46 orang. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan Agustus 2015. Instrumen yang digunakan yaitu daftar tilik keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling serta kuesioner kepuasan atas pelayanan konseling KB. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji korelasi untuk menganalisis hubungan keterampilan komunikasi interpersonal dan konseling dengan kepuasan klien. Hasil Subjek penelitian terdiri dari 46 mahasiswa dan 46 klien. Berikut ini digambarkan karakteristik klien yang merupakan akseptor baru. Tabel 1. Karakteristik Klien 35 tahun Tabel 1 menunjukkan umur terbanyak klien yaitu 20-35 tahun, ibu dengan tidak bekerja, ibu dengan pendidikan SMA dan ibu mempunyai anak ≤ 2 orang. Tabel 2. Pemilihan Alat Kontrasepsi Pemilihan alat kontrasepsi Suntik 1 bulan Suntik 3 bulan AKDR Implant Dari tabel 2, terlihat bahwa semua klien menggunakan alat kontrasepsi, frekuensi tertinggi yaitu klien menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan yaitu sebanyak 56%. Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri 44 IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 Tabel 3. Hubungan antara Teknik Konseling, Perilaku Etika dalam Konseling, Perilaku Empati dalam Konseling, Nilai Komunikasi dalam Praktik Kebidanan dengan Kepuasan Klien Keterampilan Konseling KB Perilaku Empati dalam konseling Perilaku Etika dalam Konseling Keterangan * uji Kai kuadrat Hasil analisis uji statistik Kai kuadrat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara teknik konseling, perilaku empati dalam konseling, perilaku etika dalam konseling dengan kepuasan klien, dengan nilai p > 0,05. Selanjutnya dilakukan analisis korelasi Rank Spearman. Tabel 4. Korelasi antara Teknik Konseling, Perilaku Empati dan Perilaku Etika dalam Konseling dengan Kepuasan Klien Teknik Konseling dengan kepuasan klien Perilaku empati dengan kepuasan klien Perilaku etika dengan kepuasan klien Nilai komunikasi dengan kepuasan klien Keterangan rs = koefisien korelasi Rank Spearman. Hasil analisis uji korelasi menunjukkan hubungan antara teknik konseling, perilaku empati dan perilaku etika dalam konseling dengan kepuasan klien tidak bermakna dengan nilai p>0,05. Pembahasan Secara keseluruhan klien dalam penelitian ini menggunakan alat kontrasepsi, diduga karena pada saat persamaan persepsi dengan penguji, peneliti menjelaskan akan mengganti kompensasi jasa dan alat kontrasepsi yang digunakan sehingga menjadi bias seleksi pada sampel klien, kemungkinan penguji menyebarluaskan untuk pelayanan alat kontrasepsi gratis, yang seharusnya ada penekanan terhadap bidan yang akan menjadi penguji bahwa responden atau klien jangan diberitahu untuk pelayanan alat kontrasepsi gratis karena klien tersebut akan dijadikan sampel dalam penelitian. Dalam kuesioner terdapat butir penilaian keberhasilan konseling yaitu pengambilan keputusan namun tidak tampak perbedaaan sehingga terjadi bias. Kondisi ini juga diduga kemungkinan sudah ada niat dari diri klien sendiri dan motivasi yang tinggi didukung dengan biaya gratis, sehingga semua klien menggunakan alat kontrasepsi yang terdistribusi pada pemakaian alat kontrasepsi pil, suntik 1 bulan, suntik 3 bulan, AKDR alat kontrasepsi dalam rahim dan implan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putriningrum Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 45 dengan hasil menunjukkan bahwa sebanyak 70,58% atas kesadaran dan kemauan sendiri untuk memilih KB suntik, bukan dari motivasi bidan yang hanya sebesar 29,42%. Pemilihan alat kontrasepsi oleh klien merupakan hak untuk dapat merencanakan dengan baik tentang pengaturan kelahiran Informasi KB dari sumber lain juga bisa didapat sehingga sehingga mempunyai motivasi yang kuat, seperti hasil penelitian Indriyanti yang menunjukkan bahwa responden mendapatkan informasi tentang KB dari televisi yaitu sebesar 87,5%.18 Pada penelitian ini terdapat 44 orang 95,7% melakukan teknik konseling baik namun masih ada 21 orang merasa tidak puas dengan pelayanan konseling KB Ketidakpuasan yang terjadi tampak dari hasil analisis klien yang merasa kurang puas atas ketanggapan petugas konseling terhadap kebutuhan, informasi yang diberikan, pertanyaan pemahaman terhadap informasi yang diberikan, petunjuk tempat rujukan dan kunjungan ulang. Secara uji statistik dengan uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan antara teknik konseling dengan kepuasan klien nilai p>0,05. Hal ini diduga karena pada saat proses konseling KB berlangsung, mahasiswa hanya dinilai melakukan tidaknya langkah-langkah dari teknik konseling, namun tidak memperhatikan kualitas langkah konseling KB tersebut. Klien mengharapkan pelayanan yang berkualitas, seperti hasil penelitian Najib yang menyatakan bahwa kualitas konseling ditentukan oleh kemampuan memberi informasi yang lengkap, terbuka, tidak ada informasi yang disembunyikan dan memberikan gambaran yang jelas tentang kontrasepsi sehingga calon akseptor KB mempunyai pengetahuan yang memadai dan kesadaran yang tinggi untuk ber-KB. Kualitas hubungan yang harus diciptakan pada saat konseling bersifat interpersonal dalam suasana keramahan, saling perhatian, dan saling memberi kesempatan saling bertanya. Klien harus secara jelas memperoleh informasi bagaimana harus menjamin keberlangsungan partisipasinya dalam program sesuai dengan mekanisme yang ada dalam sistem pelayanan. Petugas pelayanan perlu mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis yang memadai dalam pelayanan kontrasepsi, komunikasi dan konseling sehingga pelayanan KB dapat diberikan sesuai Tidak terdapatnya hubungan antara teknik konseling dengan kepuasan klien sejalan dengan hasil penelitian Purwanti, Suherni dan Astuti bahwa tidak terdapat hubungan antara mutu layanan konseling AKDR dengan tingkat kepuasan akseptor, tidak terdapatnya hubungan diduga karena konseling tidak dapat dilakukan sesuai standar sepenuhnya dan tidak memenuhi seluruh komponen pemberian Juga hasil penelitian Amirah bahwa tidak terdapat hubungan antara interaksi menjelaskan dokter pada pasien saat konsultasi dengan kepuasan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku empati dalam konseling baik sebanyak 44 orang 95,7% namun terdapat 22 orang diantaranya merasa tidak puas dengan pelayanan konseling KB. Ketidakpuasan yang terjadi diantaranya masih ada beberapa klien yang menyatakan kurang puas terhadap pemberian pujian atau dukungan terhadap pernyataan klien dan kurang puas terhadap nada bicara dan volume suara dari pemberi pelayanan konseling KB. Dalam kuesioner tentang perilaku empati masih perlu adanya perbaikan. Dalam penelitian ini empati yang dinilai didapat dari langkah-langkah konseling dan yang melakukan penilaian adalah bidan, tidak dibuat kuesioner khusus yang diisi langsung oleh klien karena empati itu hanya bisa dirasakan oleh klien. Dalam hal ini kemungkinan bisa terjadi measurement bias. Hasil uji statistik dengan uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perilaku empati dalam konseling dengan kepuasan klien dengan nilai p>0,05. Hal ini diduga bahwa pemahaman tentang empati yang masih kurang karena di dalam proses pembelajaran belum terdapat mata kuliah khusus tentang empati tetapi terintegrasi di dalam setiap mata kuliah. Pada saat pembelajaran praktik di laboratorium kemungkinan dosen pengampu belum maksimal dalam melakukan role play pada mata kuliah komunikasi dalam praktik kebidanan, dan pada saat mahasiswa melakukan praktik di laboratorium yang berperan mahasiswa sebagai bidan dan mahasiswa sebagai klien jadi belum merasakan bagaimana kalau melakukannya Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri 46 IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 dengan kondisi nyata sehingga kurang berempati. Hal ini sejalan dengan teori Hoffman menyatakan bahwa pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandingkan dengan situasi yang lain. Hal ini disebabkan situasi dan tempat yang berbeda dapat memberikan situasi yang berbeda pula. Suasana yang berbeda inilah yang dapat meninggirendahkan empati seseorang. Pada penelitian ini yang melakukan konseling adalah mahasiswa sehingga dilihat dari karakteristik usia lebih muda dari klien yang diberikan pelayanan. Hal juga sesuai dengan pernyataan Hoffman bahwa tingkat empati seseorang yang semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena kemampuan pemahaman perspektif juga meningkat bersamaan dengan usia. Ketika usia bertambah, pengalaman hidup pun bertambah. Pengalaman hidup ini pula yang akan menumbuhkan empati individu terhadap orang lain dan lingkungannya. Tidak terdapat hubungan antara perilaku empati dalam konseling dengan kepuasan klien sejalan dengan hasil penelitian Amirah bahwa tidak terdapat hubungan antara interaksi mendengarkan dokter dengan pasien saat konsultasi dengan kepuasan sejalan dengan hasil penelitian Widayanti, Widagdo dan Purnami menunjukkan bahwa sebagian besar keterampilan konseling oleh bidan dalam kategori cukup baik sebanyak 65%, namun juga masih ditemukan bidan yang kurang memahami klien dan memperhatikan kebutuhan Seorang konselor harus menunjukkan rasa empati, mendengarkan secara aktif, mengajukan pertanyaan dengan jelas, memberikan motivasi dan pujian. Dalam proses konseling antara bidan dan klien perlu ditumbuhkan perilaku perhatian. Kondisi ini dapat terwujud bila bidan bersedia memberikan perhatian kepada klien, mengamati, mendengarkan dan dapat mengetahui apa yang sedang dialami klien berkaitan dengan pilihan alat kontrasepsi. Dengan perilaku perhatian bidan yang baik mampu mengidentifikasi masalah klien dan membantu mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Eti Rimawati menunjukkan bahwa sikap konselor menerima dan memahami permasalahan klien ditunjukkan dengan sikap anggukan kepala, kontak mata dan ungkapan perasaan perhatiannya kepada klien, konselor memberikan perhatian penuh terhadap permasalahan klien ditunjukkan dengan memberikan perhatiannya dengan memperhatikan dan memberikan tanggapan terhadap keluhan klien, konselor memberikan dukungan terhadap keluhan klien ditunjukkan dengan memberikan dukungan berupa nasehat, semangat dan mengatur diri menjadi lebih Perilaku empati dalam penelitian ini adalah hal yang berkaitan dengan perhatian terhadap masing-masing individu dengan menunjukkan mendengarkan saat klien menyampaikan permasalahan, memperhatikan dan memahami klien sebelum, selama dan sesudah konseling, melakukan kontak mata, volume suara memadai, intonasi dan ketepatan bicara memadai serta memberikan pujian atau dukungan terhadap klien sehingga klien merasa puas. Menurut Gamrin, bahwa sikap ramah dan kepedulian yang ditunjukkan seorang petugas sangat penting dalam menghadapi pasien. Mereka cenderung bersedia bersikap terbuka terhadap keluhan yang dihadapinya ketika petugas menunjukkan empati. Pasien juga akan menilai kejujuran dari petugas. Faktor inilah yang menyebabkan kualitas layanan yang dirasakan oleh pelanggan turut menentukan puas atau tidaknya seorang pelanggan terhadap penyedia jasa. Ketika pasien merasakan bahwa petugas bersikap ramah, memiliki kepedulian, kejujuran dan memberikan rasa nyaman selama berhubungan maka pasien akan merasa Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku etika dalam konseling baik sebanyak42 orang 91,3% namun terdapat 21 orang diantaranya merasa tidak puas dengan pelayanan konseling KB. Ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien disebabkan oleh karena klien masih merasa kurang puas terhadap pernyataan pemberi pelayanan konseling pada saat menghargai pendapat klien dan memotong pembicaraan klien. Secara uji statistik dengan uji korelasi didapatkan nilai p>0,05 berarti tidak terdapat hubungan antara perilaku etika dalam konseling dengan kepuasan klien. Pada dasarnya pada saat konseling berlangsung berada dalam suasana tidak menghakimi, menerima dan peduli, Neli Sunarni Hubungan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling oleh Mahasiswa Kebidanan dengan Kepuasan Klien di Bidan Praktik Mandiri IJEMC, Volume 3 No. 2, Juni 2016 47 perlakukan klien dengan sopan dan menunjukkan rasa hormat untuk setiap klien, menghormati pilihan klien, informasi yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Konseling menerapkan komunikasi yang diawali dengan interaksi saling percaya dengan klien. Nada suara rendah digunakan, kritik dan penilaian dihindari, dengar dan cermati perasaan atau pesan dibalik ucapan, dan hormati kerahasiaan klien. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Oktarina menyatakan bahwa sebanyak 67,5% kerahasiaannya Juga penelitian yang dilakukan oleh Larasati bahwa hak kerahasiaan akseptor KB Suntik dengan kategori baik sebanyak 55,6%. Bidan-bidan tersebut selalu berusaha menyimpan rahasia pada orang lain tentang alat KB yang sering dipakai oleh Daftar Pustaka 1. Kemenkes RI. Kurikulum Inti Pendidikan D-III Kebidanan. Jakarta. BPPSDM Kesehatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan; 2011 2. Saraswati I, Tarigan, LH. Modul Pelatihan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling. Jakarta Maternal Neonatal Health; 2002. 22‒4, 36, 177‒9 3. Dalami E, Dahlia I, Rochima. Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan. Jakarta Trans Info Medika; 2009. 68‒70 4. Widayanti RS, WidagdoL, Purnami CT. Analisis Pelaksanaan Konseling Kontrasepsi oleh Bidan di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Surakarta. GASTER. 2 Februari2014; 11 2 78‒81 5. Handayan L, Suharmiati, Hariastuti I, Latifah C. Peningkatan Informasi tentang KB Hak Kesehatan Reproduksi yang Perlu Diperhatikan oleh Program Pelayanan Keluarga Berencana. Bulletin Penelitian Sistem Kesehatan. 3 Juli 2012; 53 292 6. Parulin Hutapea NT, editor. Kompetensi Plus. Jakarta Gramedia Pustaka Utama; 2008 7. BKKBN. Panduan Konseling KB untuk Dokter Praktek Swasta. Jakarta; 2003 8. Sardiman AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta Fajar Interpratam; 2003 9. Rimawati, E. Indriani. Indreswari, Keterampilan Konselor Klinik VCT studikasus di BPKM Paru Semarang. Semantik; 2011. 84‒6 10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik 11. Supranto J. Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta Rineka Cipta; 2011 12. Supranto J. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta PT Elex Media Komputindo; 2002. 76‒7, 85‒6, 233 13. Tjiptono F. Manajemen Jasa. Yogyakarta ANDI; 2005 14. Dahlan SM. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta Salemba Medika; 2012. 108‒12, 130‒1 15. Satroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta Sagung Seto; 2011. 4‒5 16. Dahlan SM. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriftip, Bivariat dan Multivariat, Cetakan Kedua. Jakarta Salemba Medika; 2012 17. Putriningrum R. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemilihan Kontrasepsi KB Suntik di BPS Ruvina Kesmadaska; 2012 3‒9 http 18. Indriyanti IS. Sumber Informasi yang Memengaruhi Keputusan Menjadi Akseptor KB Wanita Studi Kasus di Kelurahan Bandarharjo Semarang. 2011 http 19. Najib. Pengetahuan Klien dan Kualitas Pelayanan sebagai Dasar Pemilihan Alat Kontrasepsi Hormonal. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2011; 63 112‒4 20. Purwanti IA, Suherni T, Astuti E. Hubungan Mutu Layanan Konseling AKDR dengan Tingkat Kepuasan Akseptor Bidan Delima di Kota http 21. Amirah, Sudirman I, Maidin A. Hubungan Komunikasi Mendengarkan, Menjelaskan dan Kompetensi dengan Kepercayaan, Kepuasan dan Loyalitas Pasien Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit di Makasar. 2013 22. Gamrin B. Faktor-faktor yang Memengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Tinjauan dati Persepsi Pasien. Fakultas Kesehatan Masyarakat Unuversitas Hasanudin Makasar. 2007 23. Oktarina, Sugiarto M. Persepsi Akseptor KB terhadap Kualitas Pelayanan KB di Puskesmas Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Buletin Penelitian Sistem 24. Larasati EW, Mufdilah. Pemenuhan Hak-Hak Akseptor KB Suntik Bulanan di BKIA Aisyiyah Karang Kajen Yogyakarta. 2010 http Siti Mar'atus SholikahSri AnggraeniAri Tri RahayuABSTRAK Indikator keteraturan pemeriksaan kehamilan menggambarkan kualitas pelayanan Program Kesehatan Ibu dan Anak KIA. Pada tahun 2019 di Puskesmas Kalitidu cakupan Kunjungan Kehamilan K4 di Puskesmas Kalitidu belum mencapai target 100% yaitu tercapai 91%. Komplikasi kehamilan targetnya 15-20%, tercapai dan komplikasi persalinan 44,17%. Angka Kematian Bayi AKB sebesar 8,13/1000 KH. Sedangkan Bidan di wilayah Puskesmas Kalitidu yang belum mengikuti pelatihan KIP/K sebesar 20 orang 90,91% dari 22 umum untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Bidan melalui pelatihan bidan tentang Komunikasi Interpersonal dan Konseling KIP/K dalam upaya peningkatan kualitas ANC. Pelatihan ini dilaksanakan selama tiga hari di Puskesmas Kalitidu, diikuti 22 bidan dengan metode ceramah tanya jawab,demonstrasi dan praktik KIP/K. Hasil kegiatan adalah peningkatan kualitas Bidan dalam KIP/K yaitu peningkatan pengetahuan dengan nilai rata-rata post tes 94,55 %, keterampilan KIP/K nilai rata-rata 82,50%, terbentuknya Komitmen Bersama Bidan dalam mendukung mensukseskan kegiatan Bidan tentang KIP&K dalam upaya peningkatan kualitas ANC. Luarannya peningkatan kualitas Bidan, HKI, Modul dan jurnal. Saran sosialisasi KIP/K pada Bidan yang belum mengikuti pelatihan dan 7 hak ibu hamil pada pelayanan ANC serta menerapkannya dalam pelayanan ANC. Kata kunci Bidan, KIP/K, Pengabmas, pelatihan. ABSTRACT The indicators of regularity for antenatal care describe the quality of services for the Maternal and Child Health Program MCH. In 2019 at the Kalitidu Health Center cThe coverage of Pregnancy Visits K4 at the Kalitidu Health Center has not reached the 100% target, which is 91%. The target for pregnancy complications is 15-20%, achieved and delivery complications The Infant Mortality Rate IMR is KH. Meanwhile, 20 midwives in the Kalitidu Community Health Center have not attended KIP/K training out of 22 midwives. ANC quality. This training was held for three days at the Kalitidu Health Center, attended by 22 midwives with a question and answer lecture method, demonstration, and KIP/K practice. The result of the activity is an increase in the quality of Midwives in KIP/K, namely an increase in knowledge with an average post-test score of KIP/K skills an average score of the formation of a Joint Commitment of Midwives in supporting the success of Midwives' activities on KIP&K in an effort to improve the quality of ANC. The output is improving the quality of midwives, HKI, modules, and journals. Suggestion socialization of KIP/K to midwives who have not attended training and 7 rights of pregnant women in ANC services and apply them in ANC services. Keywords Midwife, KIP/K, Community Service, NajibTingkat pemakaian kontrasepsi hormonal oleh akseptor Keluarga Berencana di kelurahan Muktiharjo Kidul kota Semarang yang tinggi diduga merupakan dampak tidak diberikannya informasi yang luas tentang kelebihan dan kekurangan alat kontrasepsi dan pelayanan kontrasepsi yangberkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan kualitas pelayanan dengan pemilihan alat kontrasepsi hormonal pada pasangan usia subur di kelurahan Muktiharjo Kidul. Jenis penelitian adalah explanatory study dengan pendekatan cross sectional yang dianalisis secara deskriptif. Penarikan sampel dilakukan secara acak dari populasi pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi di kelurahan Muktiharjo Kidul kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi hormonal dipengaruhi oleh pengetahuan yang baik dan pelayanan yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan kualitas pelayanan dengan pemilihan alat kunci Pengetahuan, kualitas pelayanan, kontrasepsiAbstractThe high level of hormonal contraceptive using by Family Planning acceptor in Muktiharjo, Kidul, Semarang, suspectedly caused by lackness of information given about advantages and disadvantages of contraceptives and high quality of service. This research conducted to identify relationship of knowledge and service quality in selecting hormonal contraceptives on reproductive age couple in Muktiharjo, Kidul. The type of the research is explanatory study uses cross sectional approach and descriptive analysis. Sample are collected randomly from reproductive age couple which use hormonal contraceptives in Muktiharjo, Kidul, Semarang. This study result that productive age couple using hormonal contraceptives prevalence affected by good knowledge and high quality service. Statistics show thatthere is a relationship between knowledge and service quality in the matter of selecting words Knowledge, service quality, contraceptionBPPSDM Kesehatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga KesehatanR I KemenkesKurikulum Inti Pendidikan D-Iii KebidananJakartaKemenkes RI. Kurikulum Inti Pendidikan D-III Kebidanan. Jakarta. BPPSDM Kesehatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan; 2011Modul Pelatihan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling. Jakarta Maternal Neonatal HealthI SaraswatiL H TariganSaraswati I, Tarigan, LH. Modul Pelatihan Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Konseling. Jakarta Maternal Neonatal Health; 2002. 22-4, 36, 177-9Komunikasi dan Konseling dalam Praktik KebidananE DalamiDalami E, Dahlia I, Rochima. Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan. Jakarta Trans Info Medika; 2009. 68-70Analisis Pelaksanaan Konseling Kontrasepsi oleh Bidan di Wilayah Dinas Kesehatan Kota SurakartaR S WidayantiWidagdolC T PurnamiWidayanti RS, WidagdoL, Purnami CT. Analisis Pelaksanaan Konseling Kontrasepsi oleh Bidan di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Surakarta. GASTER. 2 Februari2014; 11 2 78-81Peningkatan Informasi tentang KB Hak Kesehatan Reproduksi yang Perlu Diperhatikan oleh Program Pelayanan Keluarga BerencanaL HandayanSuharmiatiI HariastutiC LatifahHandayan L, Suharmiati, Hariastuti I, Latifah C. Peningkatan Informasi tentang KB Hak Kesehatan Reproduksi yang Perlu Diperhatikan oleh Program Pelayanan Keluarga Berencana. Bulletin Penelitian Sistem Kesehatan. 3 Juli 2012; 53 292Konseling KB untuk Dokter Praktek SwastaBkkbnPanduanBKKBN. Panduan Konseling KB untuk Dokter Praktek Swasta. Jakarta; 2003Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta Fajar InterpratamA M SardimanSardiman AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta Fajar Interpratam; 2003Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta Rineka CiptaJ SuprantoSupranto J. Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta Rineka Cipta; 201110 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta PT Elex Media KomputindoJ SuprantoSupranto J. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta PT Elex Media Komputindo; 2002. 76-7, 85-6, 233
komunikasiinterpersonal dengan penyesuaian diri. Semakin tinggi komunikasi interpersonal siswa remaja, maka semakin baik penyesuaian dirinya, begitu pula sebaliknnya. Demikian juga temuan Dewi, dkk (2014) tentang kontribusi komunikasi interpersonal terhadap penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sawan. Jika
Interpersonal communication skills affect every interaction we have. From negotiating for a promotion to resolving a conflict with a spouse, good communication skills can greatly improve life, while weak communication skills can make everyday interactions frustrating and tense. Interpersonal communication encompasses a number of communication styles; there is not one "right" style, but knowing how to talk to a wide variety of people can greatly improve your social interactions and career success. Fortunately, interpersonal communication is a skill, and understanding your communication style can help you build upon your strengths and improve your weaknesses. This test measures several dimensions of interpersonal communication, including Insightfulness – The ability to understand other people's words and intentions. Verbal Expression – The ability to express yourself verbally in a way that is clear, concise, and effective. Assertiveness – Your ability to express your opinions and ideas. Listening Skills – The ability to take turns and listen appropriately to others during conversation. Emotional Management – The ability to control your own emotions in conversation and the ability to properly respond to others' emotions. Like other online personality tests, the Interpersonal Communication Skills Test relies on self-reports. While it can be difficult to admit to your communication weaknesses, answering honestly- rather than giving the answer you hope is true-will give you the most accurate results. Accurate test results can help you determine specific steps for improvement. has partnered with PsychTests AIM Inc. as the assessment provider for this test. The test is brief. It contains 25 questions and only takes about 10 minutes to complete. When you complete the test, you will get a brief snapshot report on your interpersonal communication skills and have the option to purchase a more detailed full report. The detailed report contains information about your unique strengths and weaknesses and explains how you can improve your communication skills. The full test report is optional and can be purchased for $ after you complete the test.
Bukuini menjelaskan tentang tentang konsep dasar psikologi konseling, konsep-konsep masalah individu berkaitan dengan hakekat manusia, konsep hubungan dalam konseling, pemahaman terhadap pribadi
Workout Objective Understand why the recommended quiz answers result in the most effective communication style for US business culture. Prerequisite Complete the Interpersonal Communication Quiz – 25 Questions Recommended Frequency Just once Workout steps Find the questions that your answers differed with, and read through the explanations. List on a piece of paper the three things you will do differently when you communicate, based on your new understanding. Share your action plan with someone who can hold you accountable. Add your comments and additional questions in the comment section. Note After doing the interpersonal communication quiz, one member commented — “In some cultures Navajo-Native American, it is accepted tat the person never looks at the speaker in one on one conversations. In certain American regional cultures, if you are not looking at their eyes, you are not interested in the discussion, but in others, you are threatening.” Different cultures will recommend different things. This is just what is recommended in mainstream US business culture. ————————————————————————————————————————- Basic Interpersonal Etiquette Cultural differences and shyness sometimes lead a person to choose a less effective style… 1. When I first meet someone, I wait for the other person to make the introduction first. I introduce myself with a smile and offer a handshake. I hug the person. Recommended Answer is b – I hope this answer is fairly obvious. In business, success is dependent on who you know as much as what you know. If you always wait for other people to introduce themselves first, then you may miss out on opportunities to meet new people who could later help you in your career. Answer B helps you be proactive in engaging with others, so they can get to know you — an important first step in any positive interaction. Answer C would be uncomfortable in any business situation, as the other person doesn’t know you at all. It’s hard for them not to feel awkward if you met them for the first time and tried to go in for a hug. 2. When I first meet someone, I make an effort to remember and use peoples’ names. I don’t pay attention to names, as I tend to forget them. I only learn the names of important people. Recommended Answer is a – Knowing someone’s name and calling them by their name helps people stay engaged with you in conversation. You should always try to remember names, even if you don’t remember them all. Some techniques to remembering names include 1 Repeating their name in the next sentence you speak. 2 Associating their name with someone you know or someone famous Hilary like Hilary Clinton. Answer c is not the best style, as you may not immediately know who the important people are. You cannot judge importance based on titles, as there are junior level folks and support staff that could have significant influence in an organization. It’s also not good for your reputation to come across as arrogant. If you are wrong, and they happend to be important to your career, you have just burned a bridge for yourself. 3. When speaking with others I try to equalize my participation in the conversation. I usually do most of the talking. I usually let the other person do most of the talking. Recommended Answer is a – Answer b is less effective, because if you do most of the talking, you may be dominating too much of the conversation. That will come across as less-than-engaging. The listener could get bored, or think you are arrogant or too self-focused. It may be tempting to think answer c is best, as that means you are showing interest in what the other person is saying. However, it’s also less effective, as that person may feel heard, but they may not leave with a strong impression of you. Remember, a good rule of thumb for great interpersonal communication is to be interesting and interested. For both to happen, you need to equalize your participation in the conversation. 4. In conversations, I frequently use courtesy words and phrases – “thank you, please, sorry.” I occasionally use courtesy words and phrases. I never use courtesy words and phrases. Recommended Answer is b It should be pretty obvious why answer c is not right, as any business culture require some level of courtesy. But you may ask why answer a is not the most effective style? The reason is overly using polite words can be perceived as a sign of weakness in the US culture. Sometimes I see people, especially Asians, say more courtesy words than is necessary. I was born in China, so I know this is because we were taught that it’s always best to be more polite and deferential to authority. This is, unfortunately, not the case in the US. For example, if you frequently say sorry in conversations, you can start to build a negative reputation as someone who is often at fault or can be easily picked on. Both impression put you at a disadvantage in your career. So, it’s important to understand when to use courtesy words and when not to. Core Communication Style 1. When starting a conversation, I usually “warm-up” new conversations with small talk. avoid small talk and jump into more important matters. avoid starting conversations. Recommended answer is a I usually “warm-up” new conversations with small talk. Most people answer either a or b to this question. The reason answer a is recommended is because “small talk” can help break the ice, build a relaxed atmosphere for more conversation, and potentially build personal rapport with your new audience. “Small talk” can be about the weather, sports, stock market, news you heard this morning, etc. Usually you want to find something that you think is the most relevant to the people you are speaking with. Some people, especially foreigners from Asian countries, can make the mistake of thinking that making “small talk” will make them seem less serious, and therefore should be avoided. In American culture, this is not true, because those who know how to use the right “small talk” to help everyone relax will be more likely to be heard. I believe in the US, business people usually expect 2-3 minutes of “small talk” to ease into the conversation. This is why when I coach foreign business professionals on how to be more effective in the American business culture, I usually recommend that they keep up with some current events outside of work, so they can start or join “small talks” in a business conversation naturally. 2. When I discuss a topic I tend to talk about and focus on positive good aspects. I tend to talk about and focus on the negative bad aspects. I tend to complain. Recommended Answer is a This is, again, potentially because of cultural differences — I spent about 15 years in Asia and over 20 years in the US, so I can comment a bit on the cultural differences I have seen. In America, business professionals are more likely to respond positively if you deliver the message in a positive manner, such as positioning an unexpected negative outcome as an opportunity, and always ending on a positive note. In Asia, on the other hand, business professionals may view telling you about the “negative” aspects as being more honest, and so they are doing their job by warning you of the worst case scenario. This approach may have good intentions, but I have found it to be less effective in the US. 3. While listening, I tend to be distracted by things going on around me. I listen for meaning and ask questions. I listen intently and I don’t ask questions, as it would be impolite. Recommended answer is b It should be obvious why answer a is not the right answer. Answer b and c can come down to cultural differences. In Asia, where the business culture is much more hierarchical, it may be considered rude if you ask questions while listening. Whereas in the US, professionals will view you as thorough, engaged, and proactive if you ask questions while listening. 4. While conversing I tend to interrupt before the other person is done speaking to show my excitement for the subject. I wait until the other person is done speaking before I speak. I try to talk as little as possible. Recommended answer is b. This is pretty obvious, but sometimes difficult to do. When we are nervous to show that we know what we are talking about, really excited about a subject, or rushing to finish on time, we tend to start talking before the other person finishes his sentence. Depending on the other person’s style, this can be considered as either no big deal, or very rude. Ultimately, it’s just more respectful to wait until the other person is done speaking. 5. When I disagree with a person, I listen first, ask questions for clarification, then disagree non-judgmentally. I quickly point out the person is wrong and why. I say little or nothing. Recommended answer is a. You may think that this is the obvious right answer, but I used to think that answer b is the right approach. I used to be an engineer, and in that field the answers are black and white — either the circuits that I built worked, or they didn’t. I used to look at everything that way. If I was in a discussion and I found a flaw in their argument, I would be quick to point out why they were wrong. This win-lose attitude can be detrimental to your relationships and communication effectiveness, however. Nobody wants to be told that they are wrong, even if they are. Keep in mind that business is one big gray area, with no clear right or wrong answers. Communicating only why you disagree, without passing judgment as to who is right or wrong, will keep your tone constructive. It will also help you build, instead of destroy, relationships. This is key, as good relationships are essential to supporting a successful career. 6. When I have a negative opinion or comment, I just say it. I lead in with a positive comment first. I say nothing. Recommended answer is b. Leading with a positive comment will soften the blow, and therefore foster relationships. Neither a nor c is ideal if you just blurt it out, you will seem blunt, self-righteous, or rude to an American. However, if you say nothing, you’ll seem un-engaged, or you’ll make it seem like you cannot take a stand. Many shy people tend to say nothing, and think that if they seem agreeable to others, they will be liked and promoted. This is not true. Those who have trouble voicing their opinion are rarely promoted faster in American culture. People respect those who can speak their mind constructively. 7. To end a conversation, I often just leave. I begin to look impatient hoping the person will get the hint. I wrap up with a closing statement. Recommended answer is c. Just leaving can lead to confusion, and looking impatient is simply rude. It is always recommended to have a wrap-up, even if it’s quick. It could be a polite comment, like “it was a pleasure meeting you.” It could also be an action, like “I will call you next week to set up a follow up meeting.” Non-verbal Communication Etiquette While what you say and how you say it are important, how you communicate non-verbally with your face and body also has a significant impact on how someone perceives you, and whether they will stay engaged in the conversation. As you will see, in American business culture, non-verbal communication etiquette is all about balance. 1. In conversations, I tend to be serious and don’t smile often. I smile all the time. I smile at appropriate times. Recommended answer is c A balanced smile is best and more meaningful. If you smile all the time, it may come across as fake, nervous, or not serious enough. And if you don’t smile often, then you can unwittingly create unnecessary tension in the conversation. Smiling at the appropriate times will illicit a good response from the person you are speaking with, and keep the conversation relaxed and positive. 2. While conversing, I make eye contact. I sometimes make eye contact. I never make eye contact. Recommended answer is b In American business culture, eye contact is expected; otherwise you may seem like you are hiding something, you’re shy, or disinterested. With that said, constant eye contact can also unnerve the person you are speaking with, as constant eye contact can easily become a stalker stare. Again, balance is key you should make eye contact intermittently to keep engaged with the other person. 3. While conversing, I hold my head still at all times. I nod my head at appropriate times. I nod my head constantly. Recommended answer is b Keeping your head still all the time is unnatural. It will make you tense, and the person you are speaking with will feel that too. Nodding your head constantly may seem like a good idea, especially if you agree with everything the other person is saying, but this is also unnatural. It can make you appear too eager to please, and therefore boring to speak with, as you have nothing different to say. This is definitely a trend in American business culture. In Japan, you are expected to nod often to show your respect, otherwise you may be considered rude. 4. While conversing, I stand one-foot away from the person. I stand two- to three-feet away from the person. I stand five- to six-feet away from the person. Recommended answer is b I had no concept of personal space when I moved to America. In China, there are over 1 billion people, and I was constantly surrounded by people on the bus and sidewalk. It was natural to bump into people, or for others to stand really close to me. I never thought anything of it. In America, however, there is a concept of personal space. It’s about 1 foot around the person. You’re a little too close if you’re standing a foot away from someone else. They may feel like you are being too familiar with them, which could be very inappropriate for a business conversation. This is especially true if the person you are speaking with is of a different gender. Standing two to three feet away is ideal. Any further is too far away to engage in a conversation, unless you’re in a group setting. 5. When I am listening to the other person, I often cross my arms over my chest. I often lean back and turn my body away from the speaker. I often lean slightly forward and face my body toward the speaker. Recommended answer is c This style may be culturally universal. I think most of us would agree that crossing my arms over my chest is perceived as a defensive, closed up posture. Leaning back and turning my body away from the speaker is usually construed as being uninterested in the conversation. 6. When I’m in a group, I tend to frown a lot. I tend to smile and use humor at appropriate times. I tend to be serious. Recommended answer is b. Similar to question 1 above, it is important to smile occasionally, to keep the conversation friendly and engaging. Use humor only if you feel comfortable doing so. Appropriate humor is important, as a joke that is not funny will create an awkward silence. On the other hand, a joke that is too colorful can also create unease. As we discussed before, some people may think that it is important to be serious in a group-business setting to show that you are focused. This is unfortunately not true. Business conversations can get boring quickly if you are too serious. In the US, people will listen better to someone who can be animated in their discussions. Feedback Communication Style Whether you are giving feedback or receiving feedback, there is a right way and a wrong way to do it. Either way, it affects your career success. When giving feedback, it is important to be constructive in order to keep your team members motivated and help them grow. Only when they are motivated to perform, and are loyal to you, can they also help you succeed. When receiving feedback, it is important to sound open minded and receptive, to convey that you are eager to learn and are listening. 1. When I receive unfavorable feedback, I ask for specific examples and note where I need to improve. I get angry and defensive I deny the problem, make excuses, or plead ignorance. Recommended answer is a See my article, “How to Turn Negative Feedback to Your Advantage” to find out why A is the best answer. 2. When I disagree with the feedback I received I tell my boss directly and use examples to show him why he is wrong. I talk to HR to document my disagreement. I ask questions to understand why my boss has a difference perspective. Recommended answer is c Again, see my article, “How to Turn Negative Feedback to Your Advantage” to find out why C is the best answer. It should be obvious why a is not the best approach — even if you have examples to demonstrate your perspective, you don’t want to approach your boss with why he is wrong.’ That will just cause an argument, and at the end of the day, you will not convince him that he is wrong. Frankly, there is no right or wrong in feedback. If your boss perceives your performance to be a certain way, he is always right in his perception. If you disagree, you are only right in your perception. The take away here is to figure out why his perception is different from yours, and what you can do in the future to change it. Telling HR about your disagreement is okay, but don’t expect HR to do anything for you other than to document it. HR is not your friend; see my article, “Is HR Friend or Foe?” to learn more. 3. When I give a person feedback, I offer feedback both on their strength and development area. I only give positive feedback. I only give negative feedback so they can improve. Recommended answer is a. It’s always a good idea to provide balanced feedback. Nobody is perfect, and we all have strengths and development areas. Don’t just sugar-coat your words by giving predominantly positive feedback. You will do them a disservice, because you’re not helping them grow or get promoted. Finally, focusing too much on negative feedback can just de-motivate your team member. 4. When I give a person negative feedback, I focus on the person’s observable work or behavior and offer suggestions. I focus on what I don’t like about the person. I simply tell the person what to do right. Recommended answer is a. Many managers make this mistake and cannot separate their personal biases from observable facts. Don’t be one of them. Remember, the goal of giving feedback is to help people grow, not feeding your own ego. Answer C isn’t ideal either, since there is always more than one way to do things right. Don’t be too prescriptive in your feedback unless asked. Give the person enough details regarding how they can improve, why they need to improve, and let them grow in their own way. They will be more motivated to perform this way. 5. When I give a person feedback, I do it around others so everyone can hear. I do it in front of the supervisor. I talk with the person alone in a private place. Recommended answer is c. I hope it is obvious why. Social Communication at Work You may wonder — what does social communication have to do with my career success? A lot, actually. People tend to like working with others that are similar to them and respectful of them. Even though work is about your performance, it is also about how well you can get along with others. This last section can be especially important to foreigners working in the US. There are many aspects of the American culture that take time to learn and understand. The more you can understand it, the more effective and successful you can be in the American business world. 1. When a co-worker discuss a non-work related topic at work sport game, TV show, I politely leave the conversation. I listen or join in the conversation. I tell his boss that this co-worker is not working hard enough. Recommended answer is b. Socializing is a normal part of work. Of course, you still need to get your work done, but on top of that, you need to spend time getting to know your co-workers and boss on a personal level. The best way to relate is to find common interests or hobbies to discuss or participate in. People like to promote people they like. Just doing good work alone is not enough. It’s not fair but it’s reality. 2. When someone talks about an unfortunate or sad experience, I don’t comment on it. I try to change the subject. I try to relate to the person’s feelings and show sensitivity to his or her misfortune. Recommended answer is c. People expect you to show empathy and care when you hear about their misfortune. It will be considered rude if you don’t say anything that relates to their feelings or showed sensitivity. 3. If a co-worker has put on weight, I say nothing about it. I tell the person that he or she has changed in appearance. I honestly tell the person that he or she looks fat. Recommended answer is a. While it’s important to be social at work, it is also important to know which subjects are too sensitive to talk about. These may include weight, age, or religion. It’s important to remember that no one in America likes to hear negative comments about themselves, even if they are true. It is considered offensive, and will definitely harm any good relationship that you may have with the person. This may seem obvious to some, but for some foreigners, it is not so obvious. For example, whenever I visit my birth country, China, my relatives are always quick to point out how “chubby” or “strong” I look. I am a size 2 or 4 in the US. While my American self feels offended, my Chinese self reminds me that they do this for two reasons Chinese people are very direct when they communicate. Weight is not a taboo topic in China, as most people are actually underweight. In the 1960s, there was a mass famine in China. Since then, anyone who looks chubby or strong is considered well off. In other words, Chinese people use this comment as a compliment, to acknowledge that you are well-to-do. By contrast, many people in the US are worried about being overweight, so you can easily hurt their feelings if you tell them that they look heavier, or have had a change in appearance. As you can see, cultural differences can impact your communication style and your career success. If you ever travel and work in a different country than the one you were born in, it is important to invest time to understand the business culture of the country you are operating in, and adapt your communication style accordingly. The moral of the story it is important to invest time to socialize at work to build informal bridges and build a favorable reputation. If you are a foreigner working in the US, it is important to know what topics are sensitive to Americans and what are the appropriate responses without being too blunt or uninterested. The best way to really learn this is to immerse yourself in American culture outside of work – watch American TV, make American friends, and go to parties that are outside of your ethnic group. You will then learn what the norms are in American culture for a casual environment, and thus learn how to better socialize at work. I have lived in America for more than 20 years no, but I still remember some sense of culture shock from when I first came here. For example, when people say “Let’s do lunch soon,” and then never follow up to arrange it, it is not out of disrespect. People actually like to say these phrases as a way of saying “see you later.” It’s not a promise, as I originally thought, so don’t take offense. If you want to do lunch with them, just set it up yourself. It took me a good 5 to ten years before I felt “Americanized,” so be patient with yourself. Your comments Are any of the recommended answers or explanations a surprise to you? If so, why? Add your comments below and let’s have a discussion. Like this post? Help me out by sharing it on Linkedin, Email, Twitter, Facebook, Google+, etc. I am always in your corner. Best wishes to your career success. – Lei
dalamproses penilaian dan mungkin juga dalam proses seleksi. Simpulan hasil penelitian, tidak terdapat hubungan antara teknik konseling, perilaku empati dalam konseling dan perilaku etika dalam konseling dengan kepuasan klien. Kata Kunci: Komunikasi interpersonal, teknik konseling, perilaku empati, perilaku etika, kepuasan klien.
Perencanaankomunikasi tersebut dirancang dan dipersiapkan melalui komunikasi organisasi. Dalam proses presentasi persuasifnya, pola yang digunakan untuk menata informasi dalam presentasi persuasif itu sendiri menggunakan alat / media supaya nantinya pada waktu komunikasi interpersonal mampu mencapai tujuan dari komunikator. 2.
Keterampilankomunikasi interpersonal ialah kecepatan dalam merespond stimuli dari orang lain. Misalnya, apabila medapatkan pertanyaan, segera memberikan jawaban yang baik. Tanggap, artinya peka atau sensitifterhadap situasi dan kondisi, serta berperilaku secara kondusif sesuai dengan situasi tersebut.
KomunikasiInterpersonal dan Kepercayaan Diri Siswa SMA Rosita Dyah Primanti1, Mudaris Muslim1, Ulya Makhmudah1 1Prodi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Sebelas Maret,
JudulSkripsi Ilmu Komunikasi - Bagi kalian yang saat ini sedang mencari ide ide judul skripsi di jurusan ilmu komunikasi, nah diartikel kali ini kami akan memberikan beberapa ide.Silahkan pilih sesuai dengan keinginan dan yang kalian anggap mudah dikerjakan. Semangat ya, selangkah lagi tugas akhir perkuliahan kalian akan selesai, dan kalian akan menjadi seorang
Pelaksanaanpengabdian kepada masyarakat ini, dilaksanakan dengan seminar dan pelatihan melalui ceramah, diskusi dan ramu pendapat (brain storming), tanya jawab, serta praktik secara langsung. Pelaksanaan pelatihan teknik modeling sebagai upaya dalam membangun komunikasi interpersonal yang efektif orang tua dengan anak diera digital dilakukan
136 Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan. 1. Pengambil keputusan untuk tidak berbuat apa-apa karena ketidaksanggupan atau. merasa tidak sanggup. 2. Pengambilan keputusan intuitif, sifatnya segera, langsung diputuskan, karena.
efektif apabila konselor memiliki pengetahuan dasar tentang teori dan praktik konseling, kemahiran dalam wawancara, dan keterampilan intervensi dalam memecahkan masalah. Selanjutnya dia mengemukakan tentang karakteristik konselor itu sebagai berikut. 1. Beliefs Beliefs ini menyangkut keyakinan atau pandangan konselor mengenai kehidupan,
j6ev. w9qlslv22x.pages.dev/839w9qlslv22x.pages.dev/179w9qlslv22x.pages.dev/110w9qlslv22x.pages.dev/441w9qlslv22x.pages.dev/830w9qlslv22x.pages.dev/29w9qlslv22x.pages.dev/478w9qlslv22x.pages.dev/261
pertanyaan tentang komunikasi interpersonal dan konseling